#

SPT Tahunan Berbagai Cerita

Saat-saat akhir bulan maret bagi kantor pajak adalah salah satu saat-saat yang paling sibuk (suit suittt…) karena lagi musim panen SPT Tahunan, terutama SPT Tahunan Orang Pribadi. Kenapa musimnya bisa di bulan maret bertepatan dengan musim rambutan (yang memerah), langsat (yang menguning) dan durian (yang berduri) di Manokwari? Karena memang begitu (halah, ga jelas bgt sih…).

Jadi begini dang, di tengah maraknya kasus Mas Gayus, salah satu senior saya di Padepokan Perguruan (atau Sekolah) Tinggi yang sama di daerah Jurangmangu (bukan Jurangmaut ya), lah koq bisa muncul tepat saat DJP sedang giat2nya ngiklan taat pajak (yang salah satu bintang iklannya teman seangkatan saya, akhirnya kesampean juga jadi temennya bintang iklan hehe) biar para Wajib Pajak (selanjutnya ane singkat WP) mau bayar dan lapor pajak dengan benar, jelas dan lengkap kap kap… Akhirnya ya muncul aksi2 boikot pajak di situs jejaring terkemuka, emoh bayar pajak bahasa gaulnya. Waduh lha piye toh? Klo ga padha mau bayar pajak ya begimane? Ya untungnya udah ada undang2 yang mengatur itu, tenang saja dang. Paling nanti pegawe pajak yang jadi agak repot, termasuk saya dan teman2 se-Seksi Pelayanan yang tukang cetak STP (Surat Tagihan Pajak) ini, setidaknya penerimaan negara akan bertambah dengan denda yang dikeluarkan nantinya karena ga lapor SPT.

Cukuplah pembukaannya… jadi saya mau sikit2 crita lah mengenai pengalaman saya akhir bulan maret kemarin. Ternyata antusiasme Wajib Pajak untuk menyampaikan/ melaporkan SPTnya masih cukup tinggi meski ada masalah penggelapan pajak yang dilakukan beberapa oknum (dikutip dari perkataan Dirjen Pajak di detik.com). Klo di kantor saya di Manokwari (apanya Manohara yach?), mereka berbondong-bondong (dan ada juga yang nitip temannya) untuk lapor SPT, rela antri di bawah tenda biru yang telah disediakan, sambil memandang para petugas pajak yang melayani yang guantheng dan ayune pol-polan ini (klo ini jelas bohong ding, yang ada pegawe pajak tuh ya kayak aku gini hehe),

Meskipun di tengah-tengah gawe tersebut para WP banyak yang ngomongin senior yang saya sebut di atas tadi, dan tanya ke saya: “Mas, saya liat2 ya, koq mas lebih ganteng dari Gayus?”, atau, “Gayus sama sampeyan lebih kaya mana?”. Untuk pertanyaan pertama jawabannya ya jelas lah, untuk pertanyaan kedua, ya jelas juga, jelas lebih kaya Mas Gayus lah…

Ada juga WP yang marah2 sambil minum Es Mosi, “Kalian ini saat ini sedang disorot ya, jadi harus betul melayani”. Oalah, apalagi sih yang kurang bu, tenda sudah kami siapkan, karaoke buat hiburan juga siap dimainkan, minum dan gula2 (permen-red) sudah dihidangkan, tapi ya kalo ada pelayanan yang tidak mengenakkan para WP, ya dengan segala hormat kami minta maaf, semoga pelayanan kami ke depan semakin baik.

Kemudian ada WP yang cuma bawa formulir SPT kosong, ya akhirrnya dengan sabar harus menolong buat ngisinya, setelah bergelut dengan angka2 dan menghasilkan tulisan NIHIL, selesai! Horay!! Satu SPT lagi masuk.

Menjelang siang datang seorang yang tua renta (sebenarnya kasian juga, kenapa sudah tua renta masih harus lapor SPT juga ya?), tanpa disangka dia memberikan semyum kepada saya: “Siang ade, hmm bapa disuruh kesini, mau urus pajak.” Dengan senyum tersungging juga saya menjawab: “Mari bapa, Pensiunan ka? Su isi SPTnya ka?” Dan pembicaraan kamipun berlanjut ke hal yang lebih dalam lagi hohoho… Meski sudah susah berjalan tapi bapa itu dengan semangat mau mengurus pajak, beda dengan orang2 yang mau berencana boikot2 pajak itu… Two thumbs up dah…

Datang WP yang baru pertama kali lapor, namun tidak tau bagaimana caranya. Akhirnya saya kasih formulir SPT 1770 S kosong karena dia pegawai swasta. Tapi yang jadi masalah adalah tempat dia bekerja tidak memotong pajaknya dan memberi formulir 1721 A1 sebagai dasar pengisian formulir 1770 S-nya. Akhirnya hitung dan dihitung, jadi Kurang Bayar (status SPT= KB), namun berhubung sudah menjelang sore tentu saja dia tidak dapat membayar KBnya itu karena bank tempat pembayaran sepertinya sudah tutup (jadi tidak ada ceritanya WP bayar pajak di kantor pajak ya, klo ada yang seperti itu segera laporkan). Akhirnya saya bilang kurang lebihnya seperti ini: “Sepertinya bank atau kantor pos tempat pembayaran sudah tutup Pak, dan besok baru bisa. Tapi klo lapor besok bakal kena denda.” Yang bikin terkejut dia menjawab: “Ya tidak masalah saya bayar dendanya, yang penting saat ini saya punya NPWP dan ingin bertanggungjawab dan memenuhi kewajiban saya bayar pajak.” Hmm, seandainya semua orang punya niat mulia seperti ini untuk membayar pajak :)

Masih banyak cerita dari pengalaman saya bersilaturahmi dengan para Wajib Pajak tiga kabupaten (Manokwari, Teluk Bintuni dan teluk Wondama) di Papua Barat ini, bagaimana akhirnya wajah saya dikenal WP dan bakal banyak yang manggil2 saya waktu jln2 di mall (halah, mall opo to? Pasar Tingkat aja bilang mall hehe), bagaimana pelayanan harus dilakukan dengan sepenuh hati, dan bagaimana-bagaimana lainnya yang bagaimana. Bagi saya dan teman2 meski cukup cape tapi kami sangat puas bisa melayani WP, puas karena dengan pelayanan kami ini kami juga berharap pajak yang telah dibayarkan benar2 tersalurkan dengan benar.

Semoga para WP yang membayar pajak kemarin melakukannya tidak dengan terpaksa (meski dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan disebutkan bahwasanya pajak dapat dipaksakan) atau takut terhadap sanksi perpajakan, namun melakukannya karena kesadaran dan rasa cinta kepada negara ini, dengan harapan uangnya dapat dipergunakan para pembuat kebijakan baik di pusat dan daerah dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat (termasuk PNS hehe) serta pembangunan yang merata dari Indonesia Timur sampeeeee Indonesia Barat.

Apakah tanpa pajak negara bisa tetap hidup? Hmmm… Saya tidak tahu, yang saya tahu pajak itu ada untuk kita semua, rakyat Indonesia.

Sebagai penutup, mari, dengan bangkit berdiri kita naikkan sebuah lagu, “Bayar
Pajaknya, Awasi Penggunaannya”. Bait pertama kita nyanyikan setengah suara, dan bait kedua dan ketiga dengan satu suara.

Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan kasih komentar di form di bawah ini ya.... Terima kasih :)

Selayang Pandang - Sejauh Hati Ini Memandang

Menatap sebuah harapan, menanti sebuah jawaban.

About this blog

Sebuah coretan sederhana penuh arti berisi warna-warni kehidupan yang takkan pernah habis dan pudar...

17 Juni 2009
Salam hangat,

Hendrawan Triartanto
-Pemimpin Redaksi-