#

Antara Medan, Jakarta dan Manokwari

Indonesia ini adalah negara yang luas kawan, sayalah saksinya! Perjalanan ke barat selama 3,5 jam di udara telah saya tempuh untuk menuju Medan, begitu pula perjalanan ke timur selama 6 jam di udara juga telah saya tempuh untuk menuju Manokwari, kedua perjalanan tersebut saya jalani dari 2 titik tengah yang berdekatan yaitu Semarang untuk ke bagian barat dan Jogjakarta untuk ke timur.

Ternyata di bagian Indonesia manapun langit tetap biru, awan tetap putih, air tetap mengalir dan cinta tetap bersemi (sighhh…).

Akhirnya setelah saya amati selama 3 Tahun “tinggal” di Jakarta, 2 Minggu “jalan-jalan” di Medan dan sekarang sekitar 9 bulan “menetap” di Manokwari, begitu banyak hal yang menarik untuk diungkapkan ciri khas masing-masing kota. Okeh baik, kita mulai saja

1. Angkutan Umum Utama
Kota yang ideal adalah kota yang mempunyai sistem transportasi yang baik atau setidaknya mampu mencukupi kebutuhan mobilitas penduduknya* (Pendapat ahli Hendrawan Triartanto dalam bukunya "Membedah Kota Modern" --> Ga usah dicari di toko buku, ga bakalan ada). Demikian di ketiga kota yang menjadi bahasan kita saat ini.

Medan: Bentor. Siapa yang tak kenal dengan bentor alias becak motor? Sebuah angkutan umum dua roda yang ditarik oleh seekor kuda (itu Bendi duduls…). Cobalah tanya penduduk Medan, pasti mereka semua pernah naik bentor, ini membuktikan bahwa bentor merupakan transportasi yang cukup disukai di kota Medan. Kebanyakan dari penumpangnya setelah turun dari bentor pasti mengacungkan jempol ke sopirnya sebagai tanda bahwa mereka “like this” dan sang sopir menengadahkan tangannya untuk meminta “cendol”. Keuntungan naek bentor adalah anda dapat merasakan semilirnya angin yang menerpa ketika bentor berjalan sambil menikmati kerasnya jalanan kota Medan. Berikut foto salah seorang sopir bentor yang telah sukses merajai jalanan Medan.



Jakarta: Kopaja/ Metromini. Coba tebak, gimana caranya menghitung orang batak di Jakarta? Hitung aja jumlah kopaja dan metromini terus dikali 3, 1 buat sopir, 1 buat kernek dan 1 buat copetnya hehe (just kidding). Saya sendiri sangat menikmati waktu naek moda transportasi ini, apalagi kalau sopirnya sedang beraksi seolah-olah mereka adalah Michael Schumacher yang sedang kebelet mencari toilet alias ngebut menjadi raja jalanan, istilah Jawa yang berbunyi “Ngebut Benjut” pun tidak berlaku, senggol-senggolan antar bus menjadi hal yang biasa, kalau kata teman saya tidak usah ke Dufan buat mencari sensasi “diputar-putar”, cukup naek kopaja/metromini saja yang murah meriah Cuma 2 ribu perak. Kejadian yang lucu adalah saat sang sopir semangat kejar setoran dengan maen gas kecepatan 100 KM/jam, sang kernek ketinggalan waktu lagi manggil-manggil penumpang di ujung jalan (hahahahaaa), kejadian ini saya alami berkali-kali yang menyadarkan saya bahwa sopir dan kernek juga manusia biasa yang sering miskomunikasi dan perlu pelatihan khusus mengenai team work.

Manokwari: Ojek. Seperti yang pernah saya ceritakan dalam note saya terdahulu (Keunikan Mkw), inilah pilar utama transportasi di Manokwari:
Dengan bermodalkan helem kuning dan cinta, mereka berkeliling Manokwari demi mengantarkan para penumpang sampeeee di depan tujuan akhir penumpang. Tarif standar dalam kota sekitar 3-4 ribu rupiah dengan fasilitas penumpang mendapat helm (pinjaman) biar ga ditilang polisi (berbeda dengan artikel saya terdahulu –Keunikan Mkw- yang menceritakan pembonceng motor tidak wajib pake helm, sekarang semua sudah wajib pake helm).

2. Kode Berhenti/ Turun Dari Kendaraan Umum
Mengetahui kode untuk berhenti/ turun dari kendaraan umum penting sekali bagi anda yang menaiki kendaraan umum (ya iyalah, masa ya iyadong).

Medan: Pinggir. Berikut contoh percakapan penumpang dengan sopir angkot di medan:
P (Penumpang) : Bang, pinggir bang! (yang ngomong cowo Batak)
S (Sopir) : bah, sok kali kau suruh-suruh awak pulak, kau siapa rupanya?
P: Brrrrrr…… Pinggir bang, ada cewek cantik….
S : Mana, mana? (angkot langsung berhenti)

Jakarta: Kiri. Berikut contoh percakapan penumpang dengan sopir angkot di Jakarta:
P : Bang, kiri ye bang… (yang ngomong cewe Betawi jadi agak lembut dikit)
S : Kirinye mane neng? (ngelirik tuh cewe lewat spion sambil angkot jalan terus)
P : Yach, udeh kelewatan bang… (muka kecewa + kesel + bête)
S : O map ye neng, habis eneng cakep sih…

Manokwari: Depan. Berikut contoh percakapan penumpang dengan sopir taksi (alias angkot) di Manokwari:
P : Depan ya… (ga pake sebutan abang, mas, kak, pak dsb)
S : (ciitttt…… Tanpa basa-basi langsung rem mendadak)

3. Tempat Makan Cepat Saji
Urusan perut memang urusan yang tidak bisa ditunda-tunda, apabila sudah tidak tahan maka segeralah ke toilet (lhoh, ini ngomongin toilet atau tempat makan sih?).

Medan: P*

Jakarta: Mc*


Manokwari: *FC


4. Tempat Wisata

Medan : Danau Toba. Tempat wisata di daerah Sumatra Utara yang paling dikenal oleh khalayak ramai adalah Danau Toba. Yang membuat unik adalah pulau yang ada di tengah-tengah danau tersebut, yaitu Pulau Samosir. Inilah foto turis yang sedang melihat pemandangan Danau Toba dari atas Puncak Simalem.
Jakarta ; Kota Tua. Sebagai ibukota negara, tentunya Jakarta memiliki pesona bagi banyak orang, maka terciptalah beberapa lagu diantaranya : “Ke Jakarta Aku ‘kan Kembali” nya Koes Plus, juga “Tunggu Aku Di Jakartamu” nya SO7, kedua lagu ini akhirnya menginspirasi saya untuk merindukan Jakarta hehe… Akhirnya waktu akhir tahun kemarin saya bisa pulang ke Jawa, 3 hari waktuku kuberikan untuk Jakarta dengan hampir 1 harinya untuk foto-foto di Kota Tua, salah satu cagar budaya saksi sejarah perubahan kota ini.

Manokwari : Pantai Pasir Putih. Cobalah anda mengelilingi Manokwari, pasti anda menemukan bau pantai (dan bau badan anda). Pantai yang sering dikunjungi sebagai tempat wisata adalah Pantai Pasir Putih atau biasa disebut Pasput. Tarif untuk memasuki Pantai ini 0 rupiah dengan kata lain tidak dipungut biaya. Di Pasput anda dapat berenang, mandi, main bola, atau menyewa perahu kayu 20 ribu rupiah sekali dayung (busyet dah, maksudnya 20 ribu/jam) untuk “berlayar” di sekitar Pasput. Akh, seandainya perahu itu dapat membawa saya pulang ke Jawa, tiap Jumat sore saya akan berteriak: “Java, I’m Coming!” hehe…

Demikian ulasan saya berdasarkan pengalaman pribadi yang benar-benar saya alami secara pribadi karena saya baik hati, tidak sombong, suka menabung, suka belajar, suka menolong, dan suka sama seorang cewek hehehe… kalo ada salah-salah tulisan, salah istilah, salah kaprah, salah pengertian, salah-salah yang lainnya saya minta maap karena ini hanya berdasarkan sudut subjektip kacamata usang saya.


Akhirnya dari pengalaman saya ini membuat saya tersadar dari sempitnya dunia saya dahulu bahwa Indonesia itu luas, bahwa Indonesia itu negara besar, bahwa Indonesia itu kaya, bahwa Indonesia itu Bhinneka Tunggal Ika dengan ciri khas masing-masing daerahnya, dan bahwa Indonesia layak untuk dicintai rakyatnya.


NB: Bagi yang merasa dirugikan karena foto-fotonya saya pajang disini, itung-itung sebagai batu loncatan karir kita ke depan sebagai model bro/sist, sapa tau ada agency yang baca postingan ini dan tertarik :)





Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

Read More..
#

Disinilah...

Disinilah ku berharap



Disinilah aku semakin meyakini betapa Kau sungguh mencintaiku



Disinilah aku ingin membuktikan aku sungguh mencintaiMu



Disinilah... Disinilah...



Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

Read More..
#

Tak Pernah Terucap

Aku merasa sepi

Meratapi dinginnya malam ini

Menyesali semua keterlambatan

Pernah kugenggan tanganmu, namun tak pernah terucap dari mulutku aku ingin membawamu melintasi tempat-tempat yang indah

Pernah kurangkul pundakmu, namun tak pernah terucap dari mulutku aku ingin selalu melindungimu

Pernah kupeluk tubuhmu, namun tak pernah terucap dari mulutku aku ingin selalu memberimu kehangatan

Pernah kukecup lembut keningmu, namun tak pernah terucap dari mulutku aku sayang kamu

Tak pernah terucap!!


by:Pujangga Kacang-an

Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

Read More..
#

SPT Tahunan Berbagai Cerita

Saat-saat akhir bulan maret bagi kantor pajak adalah salah satu saat-saat yang paling sibuk (suit suittt…) karena lagi musim panen SPT Tahunan, terutama SPT Tahunan Orang Pribadi. Kenapa musimnya bisa di bulan maret bertepatan dengan musim rambutan (yang memerah), langsat (yang menguning) dan durian (yang berduri) di Manokwari? Karena memang begitu (halah, ga jelas bgt sih…).

Jadi begini dang, di tengah maraknya kasus Mas Gayus, salah satu senior saya di Padepokan Perguruan (atau Sekolah) Tinggi yang sama di daerah Jurangmangu (bukan Jurangmaut ya), lah koq bisa muncul tepat saat DJP sedang giat2nya ngiklan taat pajak (yang salah satu bintang iklannya teman seangkatan saya, akhirnya kesampean juga jadi temennya bintang iklan hehe) biar para Wajib Pajak (selanjutnya ane singkat WP) mau bayar dan lapor pajak dengan benar, jelas dan lengkap kap kap… Akhirnya ya muncul aksi2 boikot pajak di situs jejaring terkemuka, emoh bayar pajak bahasa gaulnya. Waduh lha piye toh? Klo ga padha mau bayar pajak ya begimane? Ya untungnya udah ada undang2 yang mengatur itu, tenang saja dang. Paling nanti pegawe pajak yang jadi agak repot, termasuk saya dan teman2 se-Seksi Pelayanan yang tukang cetak STP (Surat Tagihan Pajak) ini, setidaknya penerimaan negara akan bertambah dengan denda yang dikeluarkan nantinya karena ga lapor SPT.

Cukuplah pembukaannya… jadi saya mau sikit2 crita lah mengenai pengalaman saya akhir bulan maret kemarin. Ternyata antusiasme Wajib Pajak untuk menyampaikan/ melaporkan SPTnya masih cukup tinggi meski ada masalah penggelapan pajak yang dilakukan beberapa oknum (dikutip dari perkataan Dirjen Pajak di detik.com). Klo di kantor saya di Manokwari (apanya Manohara yach?), mereka berbondong-bondong (dan ada juga yang nitip temannya) untuk lapor SPT, rela antri di bawah tenda biru yang telah disediakan, sambil memandang para petugas pajak yang melayani yang guantheng dan ayune pol-polan ini (klo ini jelas bohong ding, yang ada pegawe pajak tuh ya kayak aku gini hehe),

Meskipun di tengah-tengah gawe tersebut para WP banyak yang ngomongin senior yang saya sebut di atas tadi, dan tanya ke saya: “Mas, saya liat2 ya, koq mas lebih ganteng dari Gayus?”, atau, “Gayus sama sampeyan lebih kaya mana?”. Untuk pertanyaan pertama jawabannya ya jelas lah, untuk pertanyaan kedua, ya jelas juga, jelas lebih kaya Mas Gayus lah…

Ada juga WP yang marah2 sambil minum Es Mosi, “Kalian ini saat ini sedang disorot ya, jadi harus betul melayani”. Oalah, apalagi sih yang kurang bu, tenda sudah kami siapkan, karaoke buat hiburan juga siap dimainkan, minum dan gula2 (permen-red) sudah dihidangkan, tapi ya kalo ada pelayanan yang tidak mengenakkan para WP, ya dengan segala hormat kami minta maaf, semoga pelayanan kami ke depan semakin baik.

Kemudian ada WP yang cuma bawa formulir SPT kosong, ya akhirrnya dengan sabar harus menolong buat ngisinya, setelah bergelut dengan angka2 dan menghasilkan tulisan NIHIL, selesai! Horay!! Satu SPT lagi masuk.

Menjelang siang datang seorang yang tua renta (sebenarnya kasian juga, kenapa sudah tua renta masih harus lapor SPT juga ya?), tanpa disangka dia memberikan semyum kepada saya: “Siang ade, hmm bapa disuruh kesini, mau urus pajak.” Dengan senyum tersungging juga saya menjawab: “Mari bapa, Pensiunan ka? Su isi SPTnya ka?” Dan pembicaraan kamipun berlanjut ke hal yang lebih dalam lagi hohoho… Meski sudah susah berjalan tapi bapa itu dengan semangat mau mengurus pajak, beda dengan orang2 yang mau berencana boikot2 pajak itu… Two thumbs up dah…

Datang WP yang baru pertama kali lapor, namun tidak tau bagaimana caranya. Akhirnya saya kasih formulir SPT 1770 S kosong karena dia pegawai swasta. Tapi yang jadi masalah adalah tempat dia bekerja tidak memotong pajaknya dan memberi formulir 1721 A1 sebagai dasar pengisian formulir 1770 S-nya. Akhirnya hitung dan dihitung, jadi Kurang Bayar (status SPT= KB), namun berhubung sudah menjelang sore tentu saja dia tidak dapat membayar KBnya itu karena bank tempat pembayaran sepertinya sudah tutup (jadi tidak ada ceritanya WP bayar pajak di kantor pajak ya, klo ada yang seperti itu segera laporkan). Akhirnya saya bilang kurang lebihnya seperti ini: “Sepertinya bank atau kantor pos tempat pembayaran sudah tutup Pak, dan besok baru bisa. Tapi klo lapor besok bakal kena denda.” Yang bikin terkejut dia menjawab: “Ya tidak masalah saya bayar dendanya, yang penting saat ini saya punya NPWP dan ingin bertanggungjawab dan memenuhi kewajiban saya bayar pajak.” Hmm, seandainya semua orang punya niat mulia seperti ini untuk membayar pajak :)

Masih banyak cerita dari pengalaman saya bersilaturahmi dengan para Wajib Pajak tiga kabupaten (Manokwari, Teluk Bintuni dan teluk Wondama) di Papua Barat ini, bagaimana akhirnya wajah saya dikenal WP dan bakal banyak yang manggil2 saya waktu jln2 di mall (halah, mall opo to? Pasar Tingkat aja bilang mall hehe), bagaimana pelayanan harus dilakukan dengan sepenuh hati, dan bagaimana-bagaimana lainnya yang bagaimana. Bagi saya dan teman2 meski cukup cape tapi kami sangat puas bisa melayani WP, puas karena dengan pelayanan kami ini kami juga berharap pajak yang telah dibayarkan benar2 tersalurkan dengan benar.

Semoga para WP yang membayar pajak kemarin melakukannya tidak dengan terpaksa (meski dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan disebutkan bahwasanya pajak dapat dipaksakan) atau takut terhadap sanksi perpajakan, namun melakukannya karena kesadaran dan rasa cinta kepada negara ini, dengan harapan uangnya dapat dipergunakan para pembuat kebijakan baik di pusat dan daerah dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat (termasuk PNS hehe) serta pembangunan yang merata dari Indonesia Timur sampeeeee Indonesia Barat.

Apakah tanpa pajak negara bisa tetap hidup? Hmmm… Saya tidak tahu, yang saya tahu pajak itu ada untuk kita semua, rakyat Indonesia.

Sebagai penutup, mari, dengan bangkit berdiri kita naikkan sebuah lagu, “Bayar
Pajaknya, Awasi Penggunaannya”. Bait pertama kita nyanyikan setengah suara, dan bait kedua dan ketiga dengan satu suara.

Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

Read More..
#

Merak Streak - Just Sharing :)

Tak kutahu ‘kan hari esok, namun langkahku tegap

Bukan surya kuharapkan, karna surya ‘kan lenyap

O tiada ku gelisah, akan masa menjelang

Kuberjalan serta Yesus, maka hatiku tenang

Banyak hal tak kupahami dalam masa menjelang

Tapi t’rang bagiku ini: Tangan Tuhan yang pegang


Aku yakin kalau teman-teman sudah tidak asing dengan lagu ini, lagu yang sering dinyanyikan waktu kuliah dulu, dan banyak yang bilang terutama dinyanyikan saat-saat ujian. Bagiku lagu ini sangat berkesan karena tiap kali aku dengar atau menyanyikan lagu ini pasti momen yang kuingat adalah saat kelompok belajar kita menyanyikan lagu ini di malam kamis yang dingin dan mendokumentasikannya dalam bentuk video (thx bwt agan Nelson yg jadi kameramennya hehe) tepat di hari kita belajar bareng terakhir kalinya untuk menghadapi UAS terakhir (matkul potput) sepanjang kuliah di STAN. Momen kedua yang kuingat tentu saja saat esoknya kita kesaksian di KJ dengan lagu ini sebagai ucapan syukur kelompok belajar kita.


Dan saat ini aku kembali mengingat lagu ini dan kedua momen tersebut. Di saat aku buka-buka file lama, aku menemukan video jadul kita itu - yang udah aku edit tentunya \(“-“)/ , dan aku rasa ini bukan sekedar kebetulan dengan kondisiku yang sekarang.

Ketika menonton video ini aku menemukan “sesuatu” yang menolong hidupku saat ini. Ya, Tuhan membukakan pikiranku untuk melihat hubungan sewaktu mahasiswa dulu dengan sekarang ketika menjadi alumni. Sejujurnya teori itu gampang, prakteknya yang susah. Demikian pula yang kualami ketika menjadi alumni. Dahulu ketika mahasiswa, optimis kalau nanti jadi alumni akan berintegritas, mampu tahan godaan dan tidak akan berkompromi (jadi ingat visi global PMK: Menghasilkan alumni-alumni yang takut akan Tuhan).

Dan di saat aku sedang mencapai masa-masa lelah untuk berjuang (padahal baru sekitar 4-5 bulan penempatan, namun ada factor X yang membuatku begitu lelah berjuang, aku tidak tahu apakah teman-teman mengalami hal yang sama), aku menemukan video itu kembali. Cukup simpel “sesuatu” yang kudapatkan dari video itu: Aku mengingat saat kita sama-sama belajar, mencoba cari waktu yang tepat di tengah kesibukan masing-masing (ada lelucon: Presiden aja kalah sibuk ama kita hehe), membahas kisi-kisi (hehe) dan bagiku secara pribadi aku ingin berjuang menaikkan IPKku :)

Dan pada akhirnya kita semua bisa lulus dan diwisuda di JCC. Sejujurnya lega sekali rasanya bisa menuntaskan kuliah di STAN ini, dan itu salah satunya juga berkat kelompok belajar kita. Coba seandainya kita ngga memperjuangkan kelompok belajar ini, aku ngga tau bagaimana yang akan terjadi dengan diriku, lulus ato engga, kalaupun lulus pasti dengan IPK yang berbeda ngga sampai 3 koma.

Banyak yang bilang bisa lulus itu merupakan suatu anugerah, dan memang benar. Lulus karena anugerah tidak berarti santai-santai saja tinggal tunggu pertolongan Tuhan dan tiba-tiba lulus, namun bagiku lulus karena anugerah adalah Tuhan menganugerahkan teman-teman yang menolongku, menyemangatiku untuk terus berjuang dan akhirnya bisa lulus. Ya, Tuhan menganugerahkan semangat untuk berjuang bagi kita.

Lalu apa hubungannya dengan saat ini ketika menjadi alumni? Seperti aku bilang di atas, teori itu gampang, prakteknya yang susah, secara pribadi aku sempat terbuai dengan kehidupan alumni ini dengan pengaruh dari lingkungan sekitar. Kalian pasti juga bisa merasakan perbedaan kehidupan mahasiswa dan alumni. Dan di saat-saat aku mulai “lepas kontrol”, aku ingat kembali perjuanganku untuk mendapat status alumni ini melalui video kita. Susah payah aku belajar, dan susah payah kalian menolong aku belajar (dan itu semua “demi mendapat gelar alumni”), ketika aku telah menjadi alumni seharusnya aku masih tetap berjuang, berjuang menjaga HPDT, berjuang menjaga HPDS, berjuang bekerja dengan baik, berjuang menjaga integritas, berjuang menjaga keluarga (nanti kalau udah nikah hehe) dan sebagainya.

Jangan sampai status sebagai alumni membuat kita lupa kalau dulu pernah menjadi seorang mahasiswa yang penuh perjuangan (berdoa dan belajar). Semoga kitapun sekarang juga menjadi alumni yang penuh perjuangan (berdoa dan bekerja). Kalaupun banyak keluhan, banyak hal-hal yang membuat kita ga nyaman, ya begitulah dunia alumni, siap ga siap kita harus siap. Ibaratnya seorang prajurit yang sudah terlanjur diterjunkan di medan perang, harus tetap berjuang untuk bertahan, bahkan menyerang musuh (tujuan utama perang bukan untuk bertahan, namun menyerang musuh). Kalau belum apa-apa sudah menyerah, habislah sudah!

Semoga suatu saat nanti kalau kita bertemu (di nikahan sapa ya yang pertama?), ada cerita diantara kita hehe :)


@Kawas: Jadi, kapan nikahnya? *Undangan ditunggu… wekekekeke

@Iyus: Tetep cari orang batak ‘kan? *Asal sang target jangan sama aja ama ane… hahahaha

@Angga: Ada rencana mendahului Kawas? *lebih cepat lebih baik… hohohoho

@Nopeng: Hmm, ga enak aq mw nanya “kapan Nikah?” wkwkwkwk… *Masih tetep 100jeti?

@Jo: Jadi, sekarang ama siapa nih? *sepi kali gossip mengenai dirimu sekarang… hehehehe

@Anto: Udah ada rencana nyari “si dia” lagi? *ayo cepet-cepetan ama B’ Jul… hihihihi



Ditulis pada tanggal 31 Januari 2010. Dipublish pada 29 Maret 2010

Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

Read More..
#

Aku Ingin Mencintai Dengan Sederhana ~Bagian Tiga: Perpisahan~

Hari ini adalah hari terakhir liburanku di Solo, dan nanti sore aku akan terbang kembali menuju Manokwari. Aku putuskan pagi ini untuk mengelilingi Solo, Kota budaya yang akan segera membuatku kembali rindu untuk mengunjunginya.

Kulihat seorang pria renta yang sedang susah payah mengayuh becak yang membawa empat penumpang anak-anak SD, aku teringat akan masa-masa masih duduk di bangku SD yang mirip dengan hal ini, setiap hari pulang naik becak bersama dengan lima orang temanku, kami harus saling memangku agar satu becak itu bisa kami naiki, rasanya asik sekali saat itu. Sambil becak berjalan kami tertawa, membahas apa yang terjadi di sekolah tadi, membahas film apa yang akan kami tonton pada sore hari, atau membicarakan mengenai game yang sedang tren saat itu.


Kemudian aku melihat seorang ibu yang masih muda menjajakan gorengan dengan sepeda tuanya, kulihat bangunan-bangunan tua ciri khas Jawa dengan ornamen-ornamennya, kemudian kereta uap satu-satunya yang masih dipakai di dunia sedang membelah keramaian kota Solo, dan hal-hal ini pasti yang akan kurindukan.

“Darimana aja Nak?” Tanya mamaku ketika aku kembali ke rumah.

“Habis keliling Solo sambil cari oleh-oleh Ma.” Jawabku.

“Udah siap semua barang-barangnya? Jangan sampai ada yang ketinggalan lho, satu jam lagi kita berangkat ke bandara.”

“Iya, udah.”


---


Dan kini aku berada di bandara yang sama ketika pertama kali berangkat ke Papua dahulu, dengan situasi yang sama, dan dengan diantar kedua orang tua. Aku sadar bahwa tempat seperti bandara ini melambangkan sebuah rasa haru. Haru karena senang karena disinilah tempat pertemuan bagi orang menjemput dan dijemput setelah tidak bertemu sekian lama, dan haru karena sedih karena disini jugalah tempat perpisahan bagi orang yang mengantar dan diantar.

Aku melihat bagaimana seorang ibu memeluk dan mencium anaknya sebelum anaknya check in sambil menangis, mungkin mereka akan berpisah dalam waktu lama, dan aku sadar beberapa menit lagi aku juga akan mengalami peristiwa yang sama, akan berpisah dengan keluargaku, dan esok pagi aku sudah terpisah jarak ribuan kilometer dengan mereka.

Dan hal itu benar-benar terjadi, orangtuaku memeluk dan menciumku, dan di saat-saat seperti itu aku sangat sadar bahwa aku menyayangi kedua orangtua dan saudaraku. Entah kenapa waktu dulu aku masih tinggal di Solo, setiap hari ketemu dengan mereka, rasanya biasa-biasa saja, bahkan sering membuat mereka kesal.

Dan kini aku telah di ruang tunggu keberangkatan sendirian, dan aku tahu orangtuaku kini berada di semacam Ruang Pandang, ruangan di lantai dua bandara dimana mereka dapat melihat pesawatku take off. Masih sekitar dua puluh menit lagi pesawat akan take off, dan aku akan meninggalkan kenangan-kenangan disini, meninggalkan keluarga, meninggalkan teman, meninggalkan hangatnya Solo, dan juga meninggalkan Niva, seseorang yang baru kukenal beberapa hari ini.


Kemanapun angin berhembus menuntun langkahku

Memahat takdir hidupku disini

Masih tertinggal wangi yg sempat engkau titipkan

Mengharumi kisah hidupku ini

Meski ‘ku terbang jauh melintasi sang waktu

Kemanapun angin berhembus ‘ku pasti akan kembali

Kulukiskan indah wajahmu di hamparan awan

Biar tak jemu kupandangi selalu

Kubiarkan semua cintamu membius jiwaku

Yang memaksaku merindukan dirimu

Meski langit memikatku dgn sejuta senyum

Aku takkan tergoyahkan aku pasti akan kembali

Meski ‘ku terbang jauh melintasi sang waktu

Kemanapun angin berhembus ‘ku pasti akan kembali

Meski langit memikat dengan sejuta senyum

Kemanapun angin berhembus ‘ku pasti akan kembali

(Kemanapun Angin Berhembus – Padi)




_cerbung yang to be continued_



nb:sebuah cerita fiktif belaka, kesamaan tokoh, tempat dan waktu hanya sekedar disengajakan hahahaha

Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

Read More..
#

Aku Ingin Mencintai Dengan Sederhana ~Bagian Dua: Malam Tahun Baru~

Pagi ini akhirnya aku bisa menjajal HP baru yang aku beli kemarin, HP yang memang ingin kumiliki sejak lama dan sekarang mampu aku beli dengan uang hasil jerih payahku sendiri. Setelah agak lama aku mencoba fitur yang ada di HP tersebut, aku baru ingat kalo screen guard yang terpasang di HPku itu belum dibayar. Kemudian aku lihat nota, dan yang tertulis memang hanya sejumlah harga HP saja, belum termasuk screen guard.

Kalo aku mau cuek bisa saja, cuma dua puluh ribu aja kok harganya, lagian Niva pasti juga ga ingat karena kalo dia ingat pasti sudah sms aku, atau mungkin dia segan sms aku? Namun aku akhirnya mengingat dia, kasihan juga kalo dia yang harus membayar screen guard itu, karena kemarin dia cerita kalo tiap malam di tokonya selalu ada pembukuan dan pengecekan barang. Aku mengingat juga perjuangannya untuk bisa kuliah dan bekerja, pagi sampai siang kuliah dan siang sampai malam bekerja. Baginya mungkin uang dua puluh ribu itu sangatlah berharga.


Kuputuskan untuk kirim sms ke dia,

“Halo Niva, ini Andra yang beli HP Nokia kemarin, screen guardnya belum aku bayar ya?”

Dibalasnya,

“Oiya, aku lupa, gimana?”

Kubalas,

“Hmm, nanti sore aku kesana ya, skalian jalan-jalan, nanti ‘kan malam tahun baru, okey?!”

Dan balasannya,

“Sip Mas!”

Rasanya waktu dari pagi ke sore di hari terakhir tahun 2009 itu menjadi lama. Atau karena aku yang tidak sabar ingin bertemu Niva lagi ya?

Akhirnya jam menunjukkan pukul lima sore, selesai mandi dan berganti pakaian, aku langsung melarikan motorku ke Solo Gedhe Mall, tempat toko HP tersebut berada. Jalanan sudah macet dipadati orang-orang yang ingin merayakan malam tahun baru. “Gila, jam segini sudah macet aja nih jalan!” Aku berkata-kata sendiri di dalam hati. Ya, karena macet seperti inilah aku malas keluar waktu malam tahun baru, lebih baik di rumah liat perayaan yang disiarkan di TV. Tapi sepertinya untuk tahun ini berbeda, demi membayar screen guard seharga dua puluh ribu aku rela untuk ikut-ikutan menjejali jalanan macet ini. Aneh memang!

Sampailah aku di mall tempat beli HP kemarin, kulihat dia sedang melayani pembeli, maka kuurungkan niatku untuk langsung menghampiri dia dan aku berpura-pura melihat sederetan HP yang dipajang di etalase toko. Setelah dia selesai melayani pembeli, dia menghampiri aku,

“Sori mas, kemarin aku lupa hehe.”

“Iya gapapa, aku sekalian keluar mau lihat tahun baruan di Gawis, katanya sih ada pesta kembang api disana.”

Aku melanjutkan, “Ya udah, ini ya uangnya, aku turun dulu ya mau makan nih.” Kusodorkan selembar dua puluh ribuan dan dia memberiku nota.

“Oh, mas mau makan? Aku juga mau makan, bareng aja yuk.”

Tanpa pikir panjang aku langsung mengiyakan ajakannya. Daripada makan sendirian, mending kan ada teman ngobrol, meski aku baru mengenalnya kemarin.

Saat makan, akhirnya kami berbincang-bincang mengenai kota Solo, kota yang sama-sama kami tinggali sejak lahir. Dan sepertinya obrolan akan kenangan masa lalu dan masa sekarang tentang kota Solo ini membuatku nyaman dengan dia. Hingga akhirnya sampai mengenai obrolan mengenai malam tahun baru ini.

“Niva, malam ini tahun baruan dimana?”

“Ngga kemana-mana, paling habis toko tutup aku langsung pulang. Lha mas jadi ke Gawisnya?”

“Pengennya sih, tapi ngga ada teman nih, masa’ yang lain ngerayain bareng keluarga, teman ato pacarnya, aku cuma sendirian? Kamu mau nemenin ngga?” Spontan aku bertanya ke dia, dan aku tau pasri dia akan menolak, kami ‘kan baru kenal dua hari.

“Ehmm, gimana ya mas? Aku baru pulang jam sepuluh, tokonya sih tutup jam sembilan, tapi habis itu ada pembukuan dulu. Lha, mas mau nunggu aku ngga?”

Aku melihat jam, sekarang masih jam tujuh, berarti tiga jam lagi Niva baru pulang. Namun kuputuskan untuk menunggu dia, lagian tiga jam ini bisa aku pake buat putar-putar di Mall ini dulu.

Setelah lelah mengelilingi mall terbesar di Solo ini, kulihat jam kembali, sudah jam sepuluh kurang sepuluh menit, akupun segera menuju ke tempat kerja Niva.

“Jadi perginya mas? Kalo jadi aku telpon kakakku biar ngga usah jemput.”

“Ya jadi dong, aku udah nunggu tiga jam dan keliling mall ini sampai kaki patah masa’ ga jadi?” Kataku sambil tersenyum.

Dengan sepeda motorku, kami melalui macetnya jalanan menuju Gawis, sebuah ruang publik terbuka yang baru selesai dibangun pemerintah tiga bulan yang lalu. Banyak yang bilang tempat itu adalah tempat paling romantis di Solo. Sepanjang perjalanan kami hanya terdiam, entah apa yang ada di benaknya, namun di dalam benakku aku tahu bahwa aku gila, berani jalan dengan orang yang baru dikenal, dan akan melewati tengah malam bersamanya.

Sesampainya di Gawis kami berdua segera mencari tempat yang strategis sehingga pada saat kembang api dinyalakan bisa melihat dengan jelas. Dan kami memilih duduk di depan Tugu Gawis yang penuh dengan gemerlapnya lampu dan dikelilingi air mancur yang menari-nari seirama.

Membuka percakapan, aku bertanya mengenai studinya, bagaimana dia bisa membagi waktu dengan kerjanya, bagaimana keluarganya mendukung dan sebagainya. Rasa keingintahuanku mengenai dia yang membuatku mencoba mengetahui sisi pribadinya. Dan tampaknya dia juga mengajukan pertanyaan yang hampir sama, mengenai pekerjaanku, bagaimana perasaan aku dan keluargaku ketika aku harus pindah ke Papua, dan juga mengenai mimpi-mimpi kami.

Kulihat jam sudah menunjuk ke angka 23.55, kembang api sudah siap dinyalakan. Aku dan Niva segera bangkit berdiri tak ingin kehilangan momen sekali setahun ini, dan mungkin ini adalah momen sekali seumur hidup bagi kami berdua bisa merayakan malam tahun baru bersama. Ketika berdiri di sampingnya, aku merasakan sesuatu yang berbeda.

Waktu tepat pukul 24.00, kembang api telah dinyalakan dan kulihat dia tersenyum melihat kembang api menari-nari saling menyusul di langit Solo yang cerah. Sesekali dia berteriak sambil memandangku ketika suara letupan kembang api terdengar menantang riuhnya orang yang menontonnya. Bagiku senyum dan teriakannya semakin menambah indahnya pesta kembang api malam ini, menutup tahun 2009 dan membuka awal tahun 2010 dengan indah.


Hari ini dadaku bergetar terguncang melinu dan mengerang

Kuyakin ‘ku tak sama karna hatiku tak pernah dan takkan berdusta

Cinta, cinta, cinta, aku jatuh cinta

Esoknya kupikir rasa itu akan menghilang dengan seiring waktu

Namun ternyata tak berubah aku makin tergiur pada dirimu

Cinta, cinta, cinta, aku jatuh cinta

Dan seterusnya rasa ini s’lalu terjadi dan tak pernah berkurang

Hatiku hanya untuk dirimu, aku bahagia hanya bila kamu bahagia

(Hari Ini, Esok dan Seterusnya)



_cerbung yang to be continued_



nb:sebuah cerita fiktif belaka, kesamaan tokoh, tempat dan waktu hanya sekedar disengajakan hahahaha

Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

Read More..
#

Aku Ingin Mencintai Dengan Sederhana ~Bagian Satu : Perkenalan~

“Mbak, ada Nokia 3325?” Tanyaku kepada seorang penjaga toko HP di kotaku.

“Ada Mas, ini baru aja datang tadi pagi.” Jawab penjaga toko dengan ramah.

Akhirnya setelah aku bertanya harga, fitur yang ada dan juga menawarnya, kami sepakat untuk melakukan transaksi HP tersebut dengan harga yang telah disepakati.

Kemudian kembali dia bertanya, “Bayarnya mau cash atau gesek kartu Mas?”

Secara spontan aku meminta cash, “Ehm, tapi aku ambil dulu uangnya di ATM di bawah ya Mbak, ga bawa uang cash banyak nih hehe.”


Diapun menjawab, “Oh, nanti turunnya sekalian sama aku aja, aku juga mau turun setelah ini koq.”

Dia lalu membuat invoice, dan sambil menulis invoice dia menawari screen guard untuk HP yang aku beli. “Ga sekalian screen guardnya Mas?”

“Boleh deh.” Jawabku singkat.

Dia lalu membuka kotak HP baruku yang masih tersegel dan memasang screen guard yang tadi dia tawarkan. Sambil menunggu dia selesai memasang screen guardnya, iseng-iseng aku ajak dia mengobrol.

“Mbak, ga bisa kurang lagi ya harganya?” Candaku untuk memulai obrolan,

“Haha,” Dia tertawa, “Ini udah aku kasih murah Mas, nanti bos marah kalo di bawah harga ini.”

“Yach, ‘kan mumpung aku masih disini Mbak.” Aku masih berusaha merayu.

“Loh, emang Mas tinggal dimana tho?” Tanyanya tiba-tiba penasaran

“Di Manokwari, Papua.” Jawabku sambil senyum.

“Kok jauh banget Mas, udah tinggal disana sejak lama?”

“Hahaha, namanya juga ditugaskan kesana, baru aja kok pindah kesana, kalo aku sih dari tampangnya kan kelihatan asli sini, sekarang lagi liburan natal hehe.”

“Ooo.”

Percakapan kami terhenti saat dia selesai memasang screen guard dan tiba-tiba ada seorang bapak yang mendatangi dia dan bertanya mengenai beberapa merk HP. Memang saat itu toko yang dia jaga sedang ramai pembeli, sedangkan penjaga toko hanya 5 orang.

“Mas, sory ya aku melayani bapaknya ini dulu, nanti kita turun bareng!” Teriaknya dari tempat dia mengambil HP yang dicari oleh bapak itu, seolah-olah dia dan aku sudah kenal lama dan akrab saja.

“Iya, santai aja, aku ga buru-buru koq.”

Sambil dia melayani bapak itu, akhirnya aku baru memperhatikan wajahnya. Dan sekali aku memperhatikan wajahnya, mataku seakan-akan tidak mau berpaling ke yang lain. Ada sesuatu di wajahnya yang membuatku terpesona, wajah yang menurutku menunjukkan kekhasan Putri Solo.

Akhirnya dia selesai juga melayani bapak itu, kemudian dia mengajakku turun. Perbincangan kamipun berlanjut dalam perjalanan turun ke lantai bawah. Kami sekarang ada di lantai 5.

“Mas, kok mau ditugaskan ke Papua, kerja dimana emangnya?”

“Di Kantor Pajak.”

“Dulu kuliahmu dimana Mas?”

“Ehm, di STAN hehe.”

“wah, keren bisa kuliah di STAN, gratis ‘kan sekolahnya? Lulus juga langsung kerja ‘kan?”

“Hehe, biasa aja kok, aku juga kaget bisa masuk STAN, iya gratis, habis lulus langsung kerja, ya kayak aku ini yang langsung ke Papua haha.” Jawabku sambil tertawa. “Lha kamu sudah lama kerja di toko HP itu?”

“Aku baru koq, sambil kuliah, sekarang kuliah di St. Paulus.”

“O, rumahku di dekat St. Paulus lho, sekarang semester berapa?”

“baru semester 4, sebelumnya udah kuliah setahun di manajemen UNS tapi berhenti karena pengen kerja.”

“Oya?! Aku dulu sebelum masuk STAN juga masuk di manajemen UNS,” Aku sedikit terkejut,

“Ngomong-ngomong, rumahmu dimana?” Aku mulai penasaran dengannya.

“Di Jagor Mas.”

“Sama SMA La Ven dimananya?”

“Masih ke selatannya lagi, yang ada jembatannya terus belok ke kanan itu lho, pasti Masnya dulu sekolah di SMA La Ven? Hehe”

“Iya.”

“Mas lulus SMA tahun berapa?”

“2005.”

“Berarti kita selisih setahun dong, aku lulus tahun 2006.”

“Haha.” Aku hanya bisa tertawa waktu tahu aku dan dia selisih setahun.

“Eh Mas, kalo mau beli HP lagi SMS aku aja dulu, ini nomorku.”

Lalu dia menyebut 12 digit nomor dan aku catat di phonebook HPku, dia pun memintaku menelpon ke nomornya.

“Di save ya Mas, Niva, nama Mas siapa?”

Namanya Niva. Astaga, aku baru tersadar sejak dari tadi kami ngobrol kami belum saling tahu nama masing-masing. Dengan segera aku menyebut namaku dan kulihat dia menyimpan di phonebooknya: Andra. Untung saja dia tidak menambahkan kata ‘Ganteng’ di belakang namaku menjadi Andra Ganteng, bisa geer aku hehe.

Kami sampai di mesin ATM, dan aku segera mengambil uang sesuai jumlah harga HP yang aku beli tadi. Sambil menggodanya aku sengaja menyembunyikan 1 lembar uang 50 ribuan.

“Udah lunas ya?”

Diapun tertawa sambil memberikan tanda melalui jarinya bahwa masih kurang 1 lembar lagi, dan akhirnya aku ulurkan uang yang kusembunyikan tadi.

Aku sadar kalo kami akan segera berpisah dan tidak tahu kapan akan bisa ketemu dan ngobrol lagi dengannya, kecuali dalam waktu dekat ini aku akan beli HP lagi, tapi sepertinya tidak mungkin karena 3 hari lagi aku harus kembali ke Manokwari. Tidak tahu apa yang membuat kami bisa cepat akrab, apalagi bagiku yang seorang pria pemalu ini. Tidak kebetulan juga tempat dia kuliah dekat dengan rumahku, tempat aku sekolah waktu SMA dulu juga dekat dengan rumahnya, dan kami sama-sama gagal menyelesaikan kuliah di jurusan yang sama di UNS. Aku ingin menatap kembali wajahnya yang terakhir sebelum kami berpisah.

“Eh, ngomong-ngomong, ngapain tadi ikut turun? Mau makan ya?” Tanyaku sambil kutatap matanya yang cantik itu.

“Iya, mau makan mas, dari tadi toko rame terus baru bisa makan sekarang.”



_cerbung yang to be continued_


nb:sebuah cerita fiktif belaka, kesamaan tokoh, tempat dan waktu hanya sekedar disengajakan hahahaha

Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

Read More..
#

Aku Tahu

Aku tahu...

Hidupku semestinya punya prinsip



Aku tahu...

Jiwaku semestinya menjerit lirih



Aku tahu...

Hatiku semestinya menangis menahan kepiluan



Aku tahu...

Mulutku semestinya menyuarakan kebenaran di tengah ketidakbenaran



Aku tahu...

Nafasku semestinya mampu menjadi semangat untuk berjuang



Aku tahu...

Ragaku semestinya berusaha kelihatan untuk kuat meski sebenarnya remuk



Aku tahu...

Hidupku semestinya mampu memberi arti karena hidupku di dunia hanya sekali saja



Aku tahu...

Aku tahu...



"Kar'na aku tahu, apa arti hidupku."





03/03/2010
Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

Read More..
Selayang Pandang - Sejauh Hati Ini Memandang

Menatap sebuah harapan, menanti sebuah jawaban.

About this blog

Sebuah coretan sederhana penuh arti berisi warna-warni kehidupan yang takkan pernah habis dan pudar...

17 Juni 2009
Salam hangat,

Hendrawan Triartanto
-Pemimpin Redaksi-