Kalau mengingat tahun 2009 ini akan berakhir, membuat saya menyadari bahwa setahun lebih saya telah meninggalkan Jakarta untuk memulai magang di Semarang, yaitu sejak 10 Desember 2008 kemudian bekerja “yang sesungguhnya” di Manokwari sejak 18 Agustus 2009. Dan kalau mundur beberapa bulan lagi, tepatnya bulan Oktober 2008, hampir 15 bulan saya dan teman-teman STAN D3 angkatan 2005 dan D1 angkatan 2007 menjadi alumni, TMT 14 Oktober 2008:)
Ternyata hidup sebagai seorang alumni dan mahasiswa itu sungguh berbeda, ini membuktikan cerita dari alumni senior saat saya masih mahasiswa yang menceritakan bahwa kehidupan di dunia alumni itu lebih keras dari mahasiswa, atau bisa dibilang lebih banyak godaannya dan lebih kompleks.
Kalau di kampus begitu mudahnya mahasiswa mendapatkan persekutuan yang sehat dan mengikutinya (dalam arti hadir dan terlibat pelayanannya), maka ketika di dunia alumni rasa-rasanya susah sekali untuk didapat. Jangan bicara dulu ada atau tidak persekutuan yang sehat, terkadang punya waktu untuk mengikuti persekutuan yang ada saja pun sepertinya susah, apalagi yang di kota-kota besar yang sering macet. Hari Senin-Jumat dari jam 7.30-17.00 di kantor (belum ditambah lama perjalanan dan kalau ada lembur), kemudian hari Sabtu-Minggu bagi sebagian alumni merupakan waktu untuk beristirahat, bertemu keluarga atau refreshing dari rutinitas kantor.
Secara pribadi saya sempat jenuh dengan rutinitas kerja di kantor, sepertinya saya sudah diprogram untuk bangun pagi, saat teduh, berangkat ke kantor,mengerjakan pekerjaan kantor, pulang kantor, dan istirahat, hampir setiap hari seperti itu terus, dan kalau ada kegiatan lain harus di luar jam kantor. Namun bersyukurnya rasa jenuh itu tidak berlangsung lama, seiring saya mengenal Persekutuan Alumni Perkantas disini.
Kalau mengingat waktu mahasiswa dulu, sepertinya begitu mudah bagi saya untuk mengatur dan membuat prioritas kegiatan, dan begitu mudah untuk ikut persekutuan (seperti KJ & PMKJS2), dan juga KK (meski kadang untuk yang ini sulit juga cari waktu yang tepat dengan PKK, SKK atau AKK dan KK ke atas kadang baru dimulai jam 9 atau 10 malam). Selama 3 tahun kuliah saya melayani di Bidang Ibadah, dan untuk 2 tahun terakhir pelayanan hampir tiap latihan KJ saya datang (3x seminggu, belum termasuk rapat-rapat). Saya bersyukur kepada Tuhan kalau mengingat kembali masa pelayanan di kampus, Tuhan anugerahkan waktu yang cukup kepada saya. Selama kuliah di STAN saya tidak pernah mendapatkan kuliah hari Jumat siang (kecuali beberapa kali kuliah pengganti) sehingga bisa mengikuti KJ, dan kuliah hari Sabtu pun juga hanya beberapa kali sehingga bisa mengikuti kegiatan PMK yang diadakan hari Sabtu seperti Tim Doa dan kegiatan-kegiatan proyek.
Kemudian berbicara mengenai persekutuan yang sehat, kalau di kampus kita bisa mendapatkannya melalui PMK, antara lain KJ, KK dan pembinaan-pembinaan lainnya (yang seiring berjalannya waktu menurut saya semakin berkualitas), apakah kita akan mudah menemukannya di tempat baru kita? Pengalaman saya waktu baru lulus tahun kemarin, sebagian besar alumni baru yang saya kenal takut kalau di kota penempatannya kelak tidak ada persekutuan yang sehat. Ada yang mempertimbangkan hal ini di dalam memilih penempatannya, dan saya pun termasuk yang mempertimbangkan hal ini. Dan saya sangat terkejut ketika mengetahui saya ditempatkan di Manokwari, bukan karena letaknya di Papua (meskipun untuk yang ini saya juga agak terkejut sedikit hehe), namun yang terlintas adalah ada atau tidak persekutuan yang sehat dan sevisi dengan pelayanan yang ingin saya lakukan disana. Dan saya bersyukur ketika akhirnya mengetahui dari staf Perkantas Jakarta bahwa di Manokwari terdapat Persekutuan Alumni Perkantas, tenanglah hati ini:). Kenapa yang saya cari terlebih dahulu persekutuan? Karena bagi saya semakin jauh kita dari persekutuan, semakin dekat pula kita berkompromi dengan godaan (karena godaan pasti selalu ada dimanapun).
Dan perbedaan yang mencolok ketika menjadi alumni, tentu saja masalah penghasilan. Kalau pada waktu masa mahasiswa kita masih mengandalkan kiriman orangtua dengan saldo di rekening yang sering kosong, sering minta traktir teman (apalagi kalau ada yang ultah atau jadian, kita juga ikut senang hehe) dan pinjam duit ke teman (btw, yang dulu punya piutang ke saya dan belum saya lunasin ada ga?),sehingga untuk beli sesuatu saja harus berpikir seribu kali, berbeda dengan saat menjadi alumni yang memperoleh penghasilan dari keringat sendiri dengan jumlah yang mungkin lebih besar dari kiriman orangtua saat masih mahasiswa. Pada akhirnya secara tidak langsung hal ini akan mengubah gaya hidup kita dan cara pandang terhadap uang. Dari yang dulu pikir-pikir dulu waktu mengeluarkan uang, sekarang begitu mudahnya membelanjakannya. Mau ini beli, mau itu beli, hedonisme mulai melanda (apalagi yang sejak mahasiswa sudah ada virus-virus hedon, berhati-hatilah).
Sejujurnya saat saya sudah menerima penghasilan seperti saat ini, begitu banyak keinginan yang terlintas. Ingin beli ini, ingin beli itu, namun bersyukur ketika dalam PA Alumni disini beberapa bulan lalu membahas mengenai harta milik, saya diingatkan kembali apakah itu kebutuhan atau keinginan semata, dan manakah yang menjadi prioritas? (Prinsip ini tidak hanya berlaku waktu mahasiswa saja). Jangan sampai apa yang telah diberikan Allah kepada kita (penghasilan) menjauhkan kita dari Allah dan membuat kita menjadi orang yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri.
Semoga, apa yang kita kerjakan semasa mahasiswa, mampu menolong kita di dunia kerja. Dan semoga, apa yang kita kerjakan di dunia kerja, membuat kita yakin bahwa pembinaan yang kita terima semasa mahasiswa tidaklah sia-sia.
Sebenarnya masih banyak tantangan yang akan dihadapi di dunia kerja, mungkin teman-teman alumni bisa ikut sharing atau kalau kita ketemu tatap muka bisa sharing lebih banyak lagi :).
Salam hangat,
Hendrawan Triartanto
Untuk apa rajin?
1 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan kasih komentar di form di bawah ini ya.... Terima kasih :)