#

Aku Ingin Mencintai Dengan Sederhana ~Bagian Satu : Perkenalan~

“Mbak, ada Nokia 3325?” Tanyaku kepada seorang penjaga toko HP di kotaku.

“Ada Mas, ini baru aja datang tadi pagi.” Jawab penjaga toko dengan ramah.

Akhirnya setelah aku bertanya harga, fitur yang ada dan juga menawarnya, kami sepakat untuk melakukan transaksi HP tersebut dengan harga yang telah disepakati.

Kemudian kembali dia bertanya, “Bayarnya mau cash atau gesek kartu Mas?”

Secara spontan aku meminta cash, “Ehm, tapi aku ambil dulu uangnya di ATM di bawah ya Mbak, ga bawa uang cash banyak nih hehe.”


Diapun menjawab, “Oh, nanti turunnya sekalian sama aku aja, aku juga mau turun setelah ini koq.”

Dia lalu membuat invoice, dan sambil menulis invoice dia menawari screen guard untuk HP yang aku beli. “Ga sekalian screen guardnya Mas?”

“Boleh deh.” Jawabku singkat.

Dia lalu membuka kotak HP baruku yang masih tersegel dan memasang screen guard yang tadi dia tawarkan. Sambil menunggu dia selesai memasang screen guardnya, iseng-iseng aku ajak dia mengobrol.

“Mbak, ga bisa kurang lagi ya harganya?” Candaku untuk memulai obrolan,

“Haha,” Dia tertawa, “Ini udah aku kasih murah Mas, nanti bos marah kalo di bawah harga ini.”

“Yach, ‘kan mumpung aku masih disini Mbak.” Aku masih berusaha merayu.

“Loh, emang Mas tinggal dimana tho?” Tanyanya tiba-tiba penasaran

“Di Manokwari, Papua.” Jawabku sambil senyum.

“Kok jauh banget Mas, udah tinggal disana sejak lama?”

“Hahaha, namanya juga ditugaskan kesana, baru aja kok pindah kesana, kalo aku sih dari tampangnya kan kelihatan asli sini, sekarang lagi liburan natal hehe.”

“Ooo.”

Percakapan kami terhenti saat dia selesai memasang screen guard dan tiba-tiba ada seorang bapak yang mendatangi dia dan bertanya mengenai beberapa merk HP. Memang saat itu toko yang dia jaga sedang ramai pembeli, sedangkan penjaga toko hanya 5 orang.

“Mas, sory ya aku melayani bapaknya ini dulu, nanti kita turun bareng!” Teriaknya dari tempat dia mengambil HP yang dicari oleh bapak itu, seolah-olah dia dan aku sudah kenal lama dan akrab saja.

“Iya, santai aja, aku ga buru-buru koq.”

Sambil dia melayani bapak itu, akhirnya aku baru memperhatikan wajahnya. Dan sekali aku memperhatikan wajahnya, mataku seakan-akan tidak mau berpaling ke yang lain. Ada sesuatu di wajahnya yang membuatku terpesona, wajah yang menurutku menunjukkan kekhasan Putri Solo.

Akhirnya dia selesai juga melayani bapak itu, kemudian dia mengajakku turun. Perbincangan kamipun berlanjut dalam perjalanan turun ke lantai bawah. Kami sekarang ada di lantai 5.

“Mas, kok mau ditugaskan ke Papua, kerja dimana emangnya?”

“Di Kantor Pajak.”

“Dulu kuliahmu dimana Mas?”

“Ehm, di STAN hehe.”

“wah, keren bisa kuliah di STAN, gratis ‘kan sekolahnya? Lulus juga langsung kerja ‘kan?”

“Hehe, biasa aja kok, aku juga kaget bisa masuk STAN, iya gratis, habis lulus langsung kerja, ya kayak aku ini yang langsung ke Papua haha.” Jawabku sambil tertawa. “Lha kamu sudah lama kerja di toko HP itu?”

“Aku baru koq, sambil kuliah, sekarang kuliah di St. Paulus.”

“O, rumahku di dekat St. Paulus lho, sekarang semester berapa?”

“baru semester 4, sebelumnya udah kuliah setahun di manajemen UNS tapi berhenti karena pengen kerja.”

“Oya?! Aku dulu sebelum masuk STAN juga masuk di manajemen UNS,” Aku sedikit terkejut,

“Ngomong-ngomong, rumahmu dimana?” Aku mulai penasaran dengannya.

“Di Jagor Mas.”

“Sama SMA La Ven dimananya?”

“Masih ke selatannya lagi, yang ada jembatannya terus belok ke kanan itu lho, pasti Masnya dulu sekolah di SMA La Ven? Hehe”

“Iya.”

“Mas lulus SMA tahun berapa?”

“2005.”

“Berarti kita selisih setahun dong, aku lulus tahun 2006.”

“Haha.” Aku hanya bisa tertawa waktu tahu aku dan dia selisih setahun.

“Eh Mas, kalo mau beli HP lagi SMS aku aja dulu, ini nomorku.”

Lalu dia menyebut 12 digit nomor dan aku catat di phonebook HPku, dia pun memintaku menelpon ke nomornya.

“Di save ya Mas, Niva, nama Mas siapa?”

Namanya Niva. Astaga, aku baru tersadar sejak dari tadi kami ngobrol kami belum saling tahu nama masing-masing. Dengan segera aku menyebut namaku dan kulihat dia menyimpan di phonebooknya: Andra. Untung saja dia tidak menambahkan kata ‘Ganteng’ di belakang namaku menjadi Andra Ganteng, bisa geer aku hehe.

Kami sampai di mesin ATM, dan aku segera mengambil uang sesuai jumlah harga HP yang aku beli tadi. Sambil menggodanya aku sengaja menyembunyikan 1 lembar uang 50 ribuan.

“Udah lunas ya?”

Diapun tertawa sambil memberikan tanda melalui jarinya bahwa masih kurang 1 lembar lagi, dan akhirnya aku ulurkan uang yang kusembunyikan tadi.

Aku sadar kalo kami akan segera berpisah dan tidak tahu kapan akan bisa ketemu dan ngobrol lagi dengannya, kecuali dalam waktu dekat ini aku akan beli HP lagi, tapi sepertinya tidak mungkin karena 3 hari lagi aku harus kembali ke Manokwari. Tidak tahu apa yang membuat kami bisa cepat akrab, apalagi bagiku yang seorang pria pemalu ini. Tidak kebetulan juga tempat dia kuliah dekat dengan rumahku, tempat aku sekolah waktu SMA dulu juga dekat dengan rumahnya, dan kami sama-sama gagal menyelesaikan kuliah di jurusan yang sama di UNS. Aku ingin menatap kembali wajahnya yang terakhir sebelum kami berpisah.

“Eh, ngomong-ngomong, ngapain tadi ikut turun? Mau makan ya?” Tanyaku sambil kutatap matanya yang cantik itu.

“Iya, mau makan mas, dari tadi toko rame terus baru bisa makan sekarang.”



_cerbung yang to be continued_


nb:sebuah cerita fiktif belaka, kesamaan tokoh, tempat dan waktu hanya sekedar disengajakan hahahaha

Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan kasih komentar di form di bawah ini ya.... Terima kasih :)

Selayang Pandang - Sejauh Hati Ini Memandang

Menatap sebuah harapan, menanti sebuah jawaban.

About this blog

Sebuah coretan sederhana penuh arti berisi warna-warni kehidupan yang takkan pernah habis dan pudar...

17 Juni 2009
Salam hangat,

Hendrawan Triartanto
-Pemimpin Redaksi-