#

Aku Ingin Mencintai Dengan Sederhana ~Bagian Dua: Malam Tahun Baru~

Pagi ini akhirnya aku bisa menjajal HP baru yang aku beli kemarin, HP yang memang ingin kumiliki sejak lama dan sekarang mampu aku beli dengan uang hasil jerih payahku sendiri. Setelah agak lama aku mencoba fitur yang ada di HP tersebut, aku baru ingat kalo screen guard yang terpasang di HPku itu belum dibayar. Kemudian aku lihat nota, dan yang tertulis memang hanya sejumlah harga HP saja, belum termasuk screen guard.

Kalo aku mau cuek bisa saja, cuma dua puluh ribu aja kok harganya, lagian Niva pasti juga ga ingat karena kalo dia ingat pasti sudah sms aku, atau mungkin dia segan sms aku? Namun aku akhirnya mengingat dia, kasihan juga kalo dia yang harus membayar screen guard itu, karena kemarin dia cerita kalo tiap malam di tokonya selalu ada pembukuan dan pengecekan barang. Aku mengingat juga perjuangannya untuk bisa kuliah dan bekerja, pagi sampai siang kuliah dan siang sampai malam bekerja. Baginya mungkin uang dua puluh ribu itu sangatlah berharga.


Kuputuskan untuk kirim sms ke dia,

“Halo Niva, ini Andra yang beli HP Nokia kemarin, screen guardnya belum aku bayar ya?”

Dibalasnya,

“Oiya, aku lupa, gimana?”

Kubalas,

“Hmm, nanti sore aku kesana ya, skalian jalan-jalan, nanti ‘kan malam tahun baru, okey?!”

Dan balasannya,

“Sip Mas!”

Rasanya waktu dari pagi ke sore di hari terakhir tahun 2009 itu menjadi lama. Atau karena aku yang tidak sabar ingin bertemu Niva lagi ya?

Akhirnya jam menunjukkan pukul lima sore, selesai mandi dan berganti pakaian, aku langsung melarikan motorku ke Solo Gedhe Mall, tempat toko HP tersebut berada. Jalanan sudah macet dipadati orang-orang yang ingin merayakan malam tahun baru. “Gila, jam segini sudah macet aja nih jalan!” Aku berkata-kata sendiri di dalam hati. Ya, karena macet seperti inilah aku malas keluar waktu malam tahun baru, lebih baik di rumah liat perayaan yang disiarkan di TV. Tapi sepertinya untuk tahun ini berbeda, demi membayar screen guard seharga dua puluh ribu aku rela untuk ikut-ikutan menjejali jalanan macet ini. Aneh memang!

Sampailah aku di mall tempat beli HP kemarin, kulihat dia sedang melayani pembeli, maka kuurungkan niatku untuk langsung menghampiri dia dan aku berpura-pura melihat sederetan HP yang dipajang di etalase toko. Setelah dia selesai melayani pembeli, dia menghampiri aku,

“Sori mas, kemarin aku lupa hehe.”

“Iya gapapa, aku sekalian keluar mau lihat tahun baruan di Gawis, katanya sih ada pesta kembang api disana.”

Aku melanjutkan, “Ya udah, ini ya uangnya, aku turun dulu ya mau makan nih.” Kusodorkan selembar dua puluh ribuan dan dia memberiku nota.

“Oh, mas mau makan? Aku juga mau makan, bareng aja yuk.”

Tanpa pikir panjang aku langsung mengiyakan ajakannya. Daripada makan sendirian, mending kan ada teman ngobrol, meski aku baru mengenalnya kemarin.

Saat makan, akhirnya kami berbincang-bincang mengenai kota Solo, kota yang sama-sama kami tinggali sejak lahir. Dan sepertinya obrolan akan kenangan masa lalu dan masa sekarang tentang kota Solo ini membuatku nyaman dengan dia. Hingga akhirnya sampai mengenai obrolan mengenai malam tahun baru ini.

“Niva, malam ini tahun baruan dimana?”

“Ngga kemana-mana, paling habis toko tutup aku langsung pulang. Lha mas jadi ke Gawisnya?”

“Pengennya sih, tapi ngga ada teman nih, masa’ yang lain ngerayain bareng keluarga, teman ato pacarnya, aku cuma sendirian? Kamu mau nemenin ngga?” Spontan aku bertanya ke dia, dan aku tau pasri dia akan menolak, kami ‘kan baru kenal dua hari.

“Ehmm, gimana ya mas? Aku baru pulang jam sepuluh, tokonya sih tutup jam sembilan, tapi habis itu ada pembukuan dulu. Lha, mas mau nunggu aku ngga?”

Aku melihat jam, sekarang masih jam tujuh, berarti tiga jam lagi Niva baru pulang. Namun kuputuskan untuk menunggu dia, lagian tiga jam ini bisa aku pake buat putar-putar di Mall ini dulu.

Setelah lelah mengelilingi mall terbesar di Solo ini, kulihat jam kembali, sudah jam sepuluh kurang sepuluh menit, akupun segera menuju ke tempat kerja Niva.

“Jadi perginya mas? Kalo jadi aku telpon kakakku biar ngga usah jemput.”

“Ya jadi dong, aku udah nunggu tiga jam dan keliling mall ini sampai kaki patah masa’ ga jadi?” Kataku sambil tersenyum.

Dengan sepeda motorku, kami melalui macetnya jalanan menuju Gawis, sebuah ruang publik terbuka yang baru selesai dibangun pemerintah tiga bulan yang lalu. Banyak yang bilang tempat itu adalah tempat paling romantis di Solo. Sepanjang perjalanan kami hanya terdiam, entah apa yang ada di benaknya, namun di dalam benakku aku tahu bahwa aku gila, berani jalan dengan orang yang baru dikenal, dan akan melewati tengah malam bersamanya.

Sesampainya di Gawis kami berdua segera mencari tempat yang strategis sehingga pada saat kembang api dinyalakan bisa melihat dengan jelas. Dan kami memilih duduk di depan Tugu Gawis yang penuh dengan gemerlapnya lampu dan dikelilingi air mancur yang menari-nari seirama.

Membuka percakapan, aku bertanya mengenai studinya, bagaimana dia bisa membagi waktu dengan kerjanya, bagaimana keluarganya mendukung dan sebagainya. Rasa keingintahuanku mengenai dia yang membuatku mencoba mengetahui sisi pribadinya. Dan tampaknya dia juga mengajukan pertanyaan yang hampir sama, mengenai pekerjaanku, bagaimana perasaan aku dan keluargaku ketika aku harus pindah ke Papua, dan juga mengenai mimpi-mimpi kami.

Kulihat jam sudah menunjuk ke angka 23.55, kembang api sudah siap dinyalakan. Aku dan Niva segera bangkit berdiri tak ingin kehilangan momen sekali setahun ini, dan mungkin ini adalah momen sekali seumur hidup bagi kami berdua bisa merayakan malam tahun baru bersama. Ketika berdiri di sampingnya, aku merasakan sesuatu yang berbeda.

Waktu tepat pukul 24.00, kembang api telah dinyalakan dan kulihat dia tersenyum melihat kembang api menari-nari saling menyusul di langit Solo yang cerah. Sesekali dia berteriak sambil memandangku ketika suara letupan kembang api terdengar menantang riuhnya orang yang menontonnya. Bagiku senyum dan teriakannya semakin menambah indahnya pesta kembang api malam ini, menutup tahun 2009 dan membuka awal tahun 2010 dengan indah.


Hari ini dadaku bergetar terguncang melinu dan mengerang

Kuyakin ‘ku tak sama karna hatiku tak pernah dan takkan berdusta

Cinta, cinta, cinta, aku jatuh cinta

Esoknya kupikir rasa itu akan menghilang dengan seiring waktu

Namun ternyata tak berubah aku makin tergiur pada dirimu

Cinta, cinta, cinta, aku jatuh cinta

Dan seterusnya rasa ini s’lalu terjadi dan tak pernah berkurang

Hatiku hanya untuk dirimu, aku bahagia hanya bila kamu bahagia

(Hari Ini, Esok dan Seterusnya)



_cerbung yang to be continued_



nb:sebuah cerita fiktif belaka, kesamaan tokoh, tempat dan waktu hanya sekedar disengajakan hahahaha

Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan kasih komentar di form di bawah ini ya.... Terima kasih :)

Selayang Pandang - Sejauh Hati Ini Memandang

Menatap sebuah harapan, menanti sebuah jawaban.

About this blog

Sebuah coretan sederhana penuh arti berisi warna-warni kehidupan yang takkan pernah habis dan pudar...

17 Juni 2009
Salam hangat,

Hendrawan Triartanto
-Pemimpin Redaksi-