#

Kau, Aku dan Sawah Itu

Dulu waktu aku SMA, aku sering retreat di daerah Tawangmangu, yaitu daerah pegunungan yang hampir mirip dengan Puncak namun masih banyak sawah terhampar luas, beda dengan Puncak yang sekarang dipenuhi oleh bangunan, terutama bangunan pribadi. Hampir 2 kali dalam setahun aku pasti kesana, sekali retreat SMAku, sekali retreat Siswa Perkantas. Aku sangat menyukai saat-saat seperti itu, bisa menikmati alam yang udaranya begitu segar, ditambah dengan pemandangan yang bagiku luar biasa, dapat melihat gunung-gunung yang kokoh berdiri menancapkan kakinya, melihat burung-burung yang terbang sesukanya, ataupun melihat pak tani yang sedang bekerja di sawah, pemandangan yang tak pernah aku dapatkan dalam kehidupan sehari-hari.

Suatu ketika di dalam sebuah retreat Siswa Perkantas 2005 (retreat siswa terakhir yang aku ikuti sebelum merantau ke Jakarta), dalam sebuah sesi kapita selekta pembicaranya meminta kepada seluruh peserta untuk keluar ruangan dan menikmati indahnya alam selama 15 menit. Namun tidak hanya menikmati indahnya alam saja, tapi peserta juga diminta untuk merenungkan satu hal yang terpikirkan ketika melihat bentangan alam yang begitu luas tersebut dihubungkan dengan Allah maupun dengan pelayanan.

Aku sempat bingung, apa yang akan aku renungkan, selama ini ketika menikmati alam aku hanya berpikir, sungguh luar biasa Allahku mampu menciptakan alam sedemikian indah dan luas ini sambil menyanyikan lagu “Bila Kulihat Bintang Gemerlapan/How Great Thou Art”.

Sampai 10 menit aku hanya berkeliling di sekitar tempat retreat sambil mengamat-amati alam dan menghirup udara segar. Sampai suatu ketika pandanganku tertuju kepada sawah yang menghampar luas dari yang paling atas sampai yang paling bawah yang berada jauh dari pandangan mata, dan kemudian aku melihat ada penghubung antara sawah satu dengan yang lainnya, dari yang teratas sampai yang terbawah, yaitu sebuah saluran irigasi yang mengalirkan air, inilah yang dinamakan sistem terasereng. “Sungguh unik ya”, Pikirku waktu itu, coba kalau tidak ada saluran irigasi, atau seandainya pemilik sawah yang berada di daerah atas pelit untuk membagi air ke sawah di bawahnya dan menutup saluran irigasi itu, pasti sawah yang paling ujung sana akan kering dan akibatnya benih padi yang telah ditaburkan tidak akan hidup. Kemudian aku pikir-pikir lagi, dari manakah air itu? Akhirnya aku telah mendapatkan sesuatu dari hal ini.

Akhirnya waktu bagi kami untuk menikmati alam dan merenungkannya habis dan kamipun masuk kembali ke ruangan kapsel. Sekarang tugas kami mencari pasangan (pasangan sharing, bukan pasangan hidup lho hehe…) dan menceritakannya ke pasangan kami masing-masing, apa yang telah kami dapatkan selama 15 menit tadi. Akhirnya orang yang duduk disampingkulah yang menjadi pasanganku, dan dia terlebih dahulu yang mulai bercerita.

Dia bercerita bahwa dia sangat terkesima dengan induk burung yang terbang kesana-kemari dan akhirnya hinggap memberi makan anaknya di sarang pohon, baginya itu sama dengan Allah yang memelihara anak-anakNya (kita, manusia), sehingga kita tidak perlu kuatir dengan hidup kita. Meskipun induk burung itu terbang seolah-olah meninggalkan anak-anaknya, namun yang induk burung lakukan ternyata sedang mencari makan bagi anak-anaknya dan pasti akan kembali ke sarangnya. Seringkali dia merasa sendiri, namun akhirnya dia menyadari bahwa Allah tak pernah meninggalkannya.

Akhirnya giliranku untuk bercerita apa yang aku dapatkan selama 15 menit memandangi karyaNya. Aku sempat menghela nafas sejenak dan kemudian mulai bercerita. Kuceritakan bagaimana tadi aku melihat sawah dengan sistem irigasinya yang menakjubkan, yang mampu mengalirkan air dari sawah yang satu ke sawah yang lain. Kuceritakan pula pak tani yang sedang berada di tengah sawah, entah apa yang dia lakukan saat itu, mungkin dia sedang menyiangi tanaman padi miliknya.

Dan tiba saatnya bagiku untuk menghubungkan yang kuceritakan di atas dengan Allah dan juga pelayanan. Akhirnya satu kalimat keluar dari mulutku.

“Aku melihat pemuridan itu seperti sawah”. Dan kemudian aku mulai menjelaskan artinya.

1. Mata air adalah Allah. Allah-lah sumber kehidupan yang sejati, termasuk ketika pemuridan ada itu juga karena Dia yang mengajarkan dan memerintahkannya (Mat 28:18-20)
Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
2. Sawah yang berada di atas adalah PKK yang telah menerima air hidup. Seharusnya PKK adalah orang yang terlebih dahulu menikmati air hidup, sehingga mampu mengalirkannya ke AKK mereka.
3. Sawah yang berada di tengah adalah AKK yang menerima air hidup melalui PKK yang memimpin dia. Sebagai orang yang dipimpin orang lain (PKK), seharusnya AKK ini mempunyai kerinduan juga untuk memuridkan atau menjadi PKK.
4. Sawah yang berada di bawah adalah AKKnya AKK (bahasa kerennya cucu KKP hehe…). Begitu seterusnya Firman terus diberitakan dan diajarkan ke generasi di bawahnya. Akhirnya pemuridan terus berlanjut sampai akhir, atau sampai Tuhan Yesus datang untuk yang kedua kalinya.

Entah bagaimana kalau dari 4 tahapan ini ada salah satu sawah yang saluran irigasinya tersumbat sehingga tidak mengalirkan air atau hanya sedikit mengalirkan air, tentu sawah di bawahnya akan menjadi kering.

Mungkin analogi ini terlalu sederhana untuk menggambarkan pemuridan yang sesungguhnya. Tapi sejak aku menemukan analogi inilah akhirnya berusaha untuk semakin setia di dalam menjalankan KK. Baik ke atas maupun ke bawah. Ketakutanku adalah aku akan menjadi kering ketika aku tidak mendapat pasokan air yang cukup dari PKKku. Aku juga takut saluran irigasiku tersumbat dan tidak bisa mengalirkan air yang cukup untuk AKK yang aku pimpin. Apalagi di masa-masa “tidak jelas” seperti sekarang ini, belum menemukan tempat persinggahan berikutnya (setelah Solo, Jakarta, Semarang, berikutnya???), akhirnya hati ini menggerakkanku untuk menghubungi PKKku waktu SMA dahulu untuk aku bisa ikut KTB yang dia pimpin sekarang.

Kau (Allah), aku dan sawah itu....

****

Sebenarnya analogi ini tidak hanya berlaku untuk pemuridan, namun bisa juga dikaitkan dengan konteks lainnya, salah satunya regenerasi sebuah pelayanan. Bagaimana dalam tiap regenerasi injil bisa tetap “dialirkan” dari generasi terdahulu ke generasi baru. Jangan sampai kabar baik bagi umat manusia itu berhenti di satu generasi, dan generasi di bawahnya tidak mendapatkannya alias kering. Seringkali seseorang sudah cukup puas dengan pelayanan yang dia lakukan tanpa memikirkan kelanjutan pelayanan untuk generasi berikutnya. Dia lupa mempersiapkan penerusnya! Atau dia telah mempersiapkan penerusnya tetapi dia lupa untuk sharing visi dari regenerasi sehingga kehilangan esensi dari pelayanan (untuk memberitakan injil), alangkah berbahayanya hal yang demikian!

****

Kalau kita mau untuk menyediakan waktu, sebenarnya banyak hal yang bisa dijadikan perenungan bagi kita masing-masing, entah itu ketika menikmati alam raya, atau setelah mengalami sesuatu hal. Di dalam kapsel retreat yang aku ceritakan di atas, ada sekitar 30-an orang yang masuk di kapsel tersebut, berarti waktu itu ada 30 hasil perenungan mengenai alam, sungguh besar Allah kita yang menciptakan alam ini.

Bila kulihat bintang gemerlapan
dan bunyi guruh riuh terdengar,
Ya Tuhanku tak putus aku heran
melihat ciptaanMu yang besar

Refr:
Maka jiwaku pun memujiMu
Sungguh besar Kau Allahku
Maka jiwaku pun memujiMu
Sungguh besar Kau Allahku

O Lord my God, When I in awesome wonder,Consider all the worlds Thy
Hands have made;I see the stars, I hear the rolling thunder,Thy power
throughout the universe displayed.

Chorus:
Then sings my soul, My Saviour God, to Thee,How great Thou art, How
great Thou art.Then sings my soul, My Saviour God, to Thee,How great
Thou art, How great Thou art!


When through the woods, and forest glades I wander,And hear the birds
sing sweetly in the trees.When I look down, from lofty mountain
grandeurAnd see the brook, and feel the gentle breeze.

Chorus:
Then sings my soul, My Saviour God, to Thee,How great Thou art, How
great Thou art.Then sings my soul, My Saviour God, to Thee,How great
Thou art, How great Thou art!


4 Juli 2009
Salam hangat,

Hendrawan Triartanto

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan kasih komentar di form di bawah ini ya.... Terima kasih :)

Selayang Pandang - Sejauh Hati Ini Memandang

Menatap sebuah harapan, menanti sebuah jawaban.

About this blog

Sebuah coretan sederhana penuh arti berisi warna-warni kehidupan yang takkan pernah habis dan pudar...

17 Juni 2009
Salam hangat,

Hendrawan Triartanto
-Pemimpin Redaksi-